Selasa, 29 April 2014

AKU TAK AKAN KEMBALI

"Hidaya akan datang kepada manusia yang manusia tidak tahu kepada hidaya itu akan datang kepada manusia yang Allah kehendaki." (HR. Buchory, Muslim)

Aku berjalan sendirian di malam yang pekat dan dingin, dengan tubuh penuh luka dan darah yang terus mengucur deras dari kepalaku, yang jatuh berlomba dengan derasnya air mataku.
Aku tak tahu harus kemana.
Aku hanya berjalan mengikuti langkah kaki ku.
Aku nyaris saja tersungkur jatuh karena tak kuat menahan rasa sakit di tubuh, kepala dan hatiku, tapi cahaya Robb kembali menguatkanku.
Aku harus kuat.
Aku harus tegar.
Aku ingin bertemu Allah swt.
Aku ingin bertemu dengan Nabi Muhammad saw.
Laa ilaaha illaallah..... Berulang-berulang kali ku sebut kalimah tauhid itu.
Ya Allah beri petunjuk jalan terang untukku, sembuhkan rasa sakitku.
Aku terus melanjutkan perjalananku.
Tenggorokanku terasa sangat kering sekali, sementara aku tak memiliki sepeser uangpun, untuk bisa membeli makanan atau minuman.
Ya Allah beri aku kekuatan dan petunjuk harus kemana aku malam ini?

Masih terngiang di telingaku, suara tangisan mama saat akan melepaskan ku pergi. Sebenarnya aku tak tega melihat mama menangis, aku tak tega untuk meninggalkan mama. Tapi aku tak mungkin bertahan di rumah itu dengan siksaan dan makian-makian yang menghancurkan hatiku, menghancurkan islam. Mungkin tak akan jadi masalah jika hanya aku yang di caci maki, dihina dan di cela, tak jadi masalah jika aku harus di cambuki atau dipukuli dan kepalaku di hancurkan sekalipun, aku rela.
Tapi jika Al Qur'an yang disobek-sobek lalu di bakar, kemudian Allah dan Rosulullah di caci maki, juga sahabatku Aqsa dan rekan-rekan dakwahnya yang di fitnah sebagai teroris, jelas saja aku marah, aku melawan dan tak terima dengan semua itu. Mereka semua guruku, sahabatku dan Rosulullah adalah panutanku.
Demi mereka....
Demi agama islam.
Ku putuskan untuk pergi dari rumah.
Memang getir.
Tapi Aqsa bilang, aku akan mendapatkan kemanisannya kelak disana, di alam yang abadi, aku ingin mencium harumnya syurga.

Masih terngiang di telingaku, bagaimana pertengkaranku dengan Papa, ini bukan yang pertama, sebelumnya Papa sering memarahiku, memukulku, agar aku kembali pada agamaku dan meninggalkan islam.
Tapi aku tetap teguh pada pendirianku.
Aku tak akan kembali!!
Lebih baik aku mati dalam islam, dari pada aku mati dalam kekafiran.

Januari.2011.
Maghrib itu. Aku melakukan sholat di kamar mandi. Itu awal pertengkaran hebatku dengan Papa, Kakek dan kakakku, yang akhirnya membawaku keluar dari rumah itu.

Oya. Namaku Aitsu Liu Tan. Biasa di panggil Su.
Aku seorang gadis kelahiran Cina, kedua orangtuaku juga asli orang Cina yang beragama Khong Hu Cu. Dari sejak kecil hingga dewasa aku tinggal di sebuah desa di pinggir kota, sebut saja nama desa itu Mariana.

Entah kenapa dari sejak kecil aku penasaran sekali denga agama islam, aku suka melihat teman-temanku mengaji dan sholat di masjid dekat rumah kami, aku juga suka sekali melihat betapa bahagianya umat muslim menyambut Romadhon dan Idul fitri. Dadaku selalu  bergetar setiap kali mendengar takbir di hari raya, dan aku sangat tertarik sekali mengikuti pelajaran agama islam di sekolah, karena kebetulan aku di sekolahkan di sekolah umum.

Hingga pada saat aku masu kuliah. Aku berkenalan dengan seorang gadis canti dan smart, bernama Zaqila Aqsa yang ternyata seorang aktifis dakwah di kampus kami.
Melalui Aqsa, akhirnya aku mendapatkan jawaban dari rasa penasaran tentang siapa Allah? siapa itu Nabi Muhammad? dan apa isi kitab Al Qur'an?
Sejak itu aku memutuskan untuk mempelajari islam yang sebenarnya. Dan Aqsa adalah yang paling sabar membimbingku.

Tubuhku bergetar hebat saat aku mendengarkan Aqsa, gadis penghapal Al qur'an itu menyenandungkan ayat suci Al Qur'an.
Rasa haru itu langsung saja membuat dadaku sesak.
Waduk airmataku pecah dan airnya membanjiri wajah putihku.

Ada rindu yang menyeruak hadir tiba-tiba dai dalam hatiku.
Tak jelas siapa yang ku rindukan.
Namun yang jelas, aku merasa ruang hatiku yang selama ini kering dan gersang, kini terasa sejuk sekali mendengar ayat-ayat suci itu di senandungkan Aqsa dengan sangat merdu.

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih, maha penyayang.
Subhanallah. Aku terpesona dengan arti dari kalimat Bismillahirrohmanirrohiim.
Dengan menyebut nama Allah, semua kalimat dalam tiap surat di Al Qur'an di awali dengan menyebut nama Allah, bukan nama yang lain. Dan kalimat Basmallah itu benar-benar membekas di hatiku.

Sungguh indah sekali islam.
Aku mulai nekad menerjang badai, demi bisa berada dalam islam.
Aku seperti menemukan diriku yang sebenarnya dan aku tak merasakankekosongan itu lagi kini.

Aku menarik nafas berat.
Tubuhku sakit semua.
Sementara perjalananku masih sangat jauh sekali.
Aku menghentikan langkahku, menepi dan bersandar pada sebatang pohon yang berada di tepi jalan di depan pabrik Miga di daerah jalan pulau layang. Aku bingung harus kemana? ke rumah Aqsa? masih sangat jauh sekali untuk bisa sampai ke Palembang. Handphone, laptop dan semua barangku di hancurkan oleh Papa, semua pakaianku di bakar, aku hanya disisakan beberapa helai pakaian yang aku bawa sekarang.

Aku tak tahu bagaimana caranya menghubungi Aqsa. Saat ini aku hanya berharap Aqsa berada di rumah dan aku bisa menumpang tinggal di rumahnya untuk sementara.

Aku menyeka darah yang jatuh di wajahku dengan perasaan teriris. Sakitnya luka di kepala dan tubuh ini tidak seberapa di banding rasa sakit di hati ini.

Aku terduduk di tanah dan lamunanku kembali membawaku pada tragedi malam ini.

Sejak belajar sholat dan mengaji dengan Aqsa, aku juga selali berusa memperaktekannya di rumah, meski itu sulit karena aku sekamar dengan adikku. Aku anak kedua dari tiga bersaudara. Semua saudaraku tak ada yang mendukungku.
Aku selalu melakukan sholat di kamar mandi.
Beberapa kali aku aman. Tapi malam ini, na'as...... aku ketangkap basah dan ketahuan ketika aku sedang melakukan sholat maghrib.

Duaarrr..... duarrr... duaarrr.....
Sebuah gedoran keras di pintu kamar mandi, membuyarkan ke khusyukan ku dalam sholat, aku terkejut dan terlonjak.

"Su.... Su... buka pintunya..." teriak Papa dari luar.
"buka Su, atau kami dobrak pintunya." teriak ka Han, kakak ku yang tertua.
Aku segera menuntaskan sholatku. Namun belum sempat aku membuka dan melipat mukena ku serta menyembunyikannya, tiba-tiba pintu kamar mandi telah di dobrak dan hancur, patahannya menimpa tubuhku.
Aku berteriak panik dan gugup.
"hiaaaaaa....."


-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lalu apa yang selanjutnya terjadi dengan Su, nantikan lanjutannya ya..... ^-^

Selasa, 15 April 2014

Tentang Rassa. Bukan novel, hanya sepenggal perjalanan hidup.

Di sini semua tentang rassa...... 
Tak tahu harus memulai dari mana.....
Belakangan ini semua waktu berjalan semakin cepat.
Terkadang aku sendiri kesulitan untuk memahami diri ku, memahami apa yang ada di diri ini,di pikiran ini.
Kepalaku tersa seperti akan pecah saja, saat ribuan kata berjejalan masuk kedalam kepalaku....
Bising.....
Pusing....

Mereka bilang aku Indigo......
Aku mengernyitkan keningku, bingung.....
Indigo???
Apa itu indigo???
Rasa penasaranku terusik untuk mencari tahu tentang indigo, tentang diriku sendiri, dan tentang semua yang terjadi.

Lalu mereka bilang aku aneh!
Ahhh.... Aku semakin bingung.....
Apa yang aneh??
Aku hanya ingin tahu, ingin melihat lebih banyak, mendengar lebih banyak suara....
Tapi mereka bilang, "dunia ini sepi, tak ada apa-apa, hening tak ada suara, biasa saja, datar saja...!"
Aku menggeleng, bertahan dengan asumsiku bahwa dunia ini ramai, berisik, banyak yang berlalu lalang, banyak suara yang mengenaskan dan menyeramkan....
Ahhh.... Kenapa aku berbeda dengan mereka, kenapa tak pernah sama.....
Aku bertekad untuk terus mencari kebenaran, mencari keseimbangan dan keselaran. Aku mengumpulkan bukti, kalau yang aku lihat bukan imajinasi, bukan fantasi tapi betulan ada. Aku berharap mereka percaya padaku dan menerimaku, menerima pendapatku serta mau menjadi sahabatku.
Waktu yang panjang untuk bisa mendapatkan tempat di hati khalayak. Melelahkan ketika aku harus meyakinkan bahwa aku tidak berbohong.
Perlahan seiring waktu, aku mencoba membuktikan semua pada mereka, kalau aku juga berhak untuk mendapatkan kehidupan yang sama seperti yang lain, aku beritahukan kepada semua bahwa aku sama saja dengan yang lain, tak ada yang aneh dari ku, aku juga manusia yang sama seperti mereka, aku juga berhak untuk hidup di bumi ini dan aku tak ingin di diskriminasi.

Indigo itu bukan sesuatu hal yang menakutkan dan aneh.
Indigo juga manusia biasa, hamba Allah yang lemah tak ada apa-apanya jika tanpa Allah yang menggerakan, semua yang ada pada indigo adalah pemberian Allah, jika boleh memilih sebenarnya para indigo lebih memilih hidup biasa saja, tapi semua Allah yang berkehendak dan tak satupun dari hamba-Nya yang bisa menolak kehendak sang pencipta, juga para indigo.

Jika pola pikir kami berbeda, cara kami berkomunikasi berbeda, kami hanya ingin, tolong pahami kami.          
Sekian tahun aku mencari tentang semua ini, mencari keseimbangan, mencari keselarasan dan mencari keadilan.
Aku bahagia......
Saat aku tahu, aku tak sendiri.....
Aku senang....
Saat ada yang bisa memahamiku dan menerimaku hidup di dunia ini......
Aku tenang.....
Saat ada yang mengajariku untuk lebih dekat dengan sang Pencipta.....
Saat ada yang mengajariku tentang kehidupan, tentang semangat, tentang memngembangkan pikiran, mengembangkan bakat dan potensiku.....
Dan aku bersyukur.....
Saat aku berhasil menemukan diriku yang sesungguhnya.

Dan akhirnya aku tahu sekarang, siapa itu indigo.
Mereka, aku dan para indi yang lain bukan makhluk aneh.
Indigo tak semata di definisikan dapat melihat makhluk gaib atau melihat perubahan dimensi.
Tapi indigo adalah seorang yang evolusioner, mereka memiliki pemikiran yang bisa merubah dunia menjadi lebih baik, yang bisa memiliki prestasi dan kesuksesan yang sama dengan manusia yang yang lainnya.

Aku mulai agak sedikit tenang dan mengerti ketika telah kudapati tentang semua yang mengganggu pikiran ku selama ini.
Aku mulai bisa menerima diriku dan beradaptasi dengan lingkungan tanpa keraguan dan ketakutan akan disisihkan lagi.
Namun masih banyak yang harus ku pelajari dalam hidup ini, untuk bisa terus bertahan sampai waktu ku berakhir. Aku butuh ilmu untuk membuat ku bertahan hidup agar tak tersesat dalam kemaksiatan, dalam kegelapan. Aku butuh agama untuk membuat ku jauh lebih kuat dalam iman dan takwa.